[FANFICTION ONESHOT] Like A Dream
Author : Nabila (repost dari akun facebook saya c:)
Main Casts :
- A Pink’s Son Na Eun
- Infinite’s Kim Myung Soo
Genre : Romance, Friendship
Theme Song : Like A Dream – A Pink
Rating : General
“Na Eun.. Son Na Eun, kan ?”
“Kau..”
.
.
.
.
Gadis itu duduk terpekur di kursi kelasnya. Ia sibuk
membolak balikkan lembar demi lembar buku yang dibacanya, meski tak
satupun yang dapat diserapnya. Pikirannya melayang entah kemana. Semakin
lama ia semakin resah. Dipandangnya kursi yang ada di barisan
sampingnya. Kosong. Kau ke mana ? tanyanya dalam hati.
“Na Eun ah ! Eh ? Apa aku mengagetkanmu ? Kau ini daritadi diam saja,
ayo bergabung dengan kami,” sapa Yoo Kyung, gadis yang duduk di meja
belakangnya. “Eh ? Aigoo Yoo Kyung ah ! Hm.. ne, baik,” sahut si yeoja
yang dipanggil Na Eun. Ia bangkit dari duduknya dan bergabung bersama
teman-temannya, walau matanya tetap menuju pada kursi kosong itu.
---
“Kau akan memberikan cokelatmu pada siapa Yoo Kyung ah ?” tanya salah
seorang temannya. “Aigoo, hal itu rahasia kan ? Mana boleh aku
memberitahukannya pada kalian, haha,” jawab Yoo Kyung sambil tersenyum.
“Bagaimana denganmu, Na Eun ah ?” tanya Yoo Kyung. Na Eun tidak
menjawab, malah tetap sibuk memperhatikan kursi kosong di barisan
sebelahnya. “Hei Na Eun aah~” panggil Yoo Kyung membuyarkan lamunan Na
Eun. “Eh ? Apa ?” “Aigoo kau ini. Pasti daritadi kau tidak mendengarkan
obrolan kami. Kau akan memberikan cokelatmu pada siapa ?” ulang Yoo
Kyung. “Eh ? Cokelat ?” Na Eun tampak bingung dengan pertanyaan temannya
itu. “Ne, cokelat ! Sebentar lagi kan hari valentine~” “Eh ? Benarkah
?” Yoo Kyung dan teman-temannya yang lain mulai tertawa geli melihat
perubahan wajah gadis di depannya menjadi merah. “Tentu saja pada Myung
Soo,” sahut yang lain. “Mwo ?? Eee.. anii anii. Aku tidak akan
memberikannya pada siapa-siapa, lebih baik kumakan sendiri, haha.” “Kau
yakin ?” goda Yoo Kyung. “Ne, tentu saja !” “Lalu kenapa daritadi yang
kau lihat hanya kursi Myung Soo terus ?” “Apa ? Aku.. ah tidaak..” Na
Eun tertawa canggung, meskipun diam-diam ia mengiyakannya dalam hati.
~~~~~ C:
Sudah tiga hari ini kursi itu masih kosong. Na Eun mulai memikirkan hal
yang tidak-tidak pada si pemilik kursi, Myung Soo. Apa dia sakit ?
Ataukah ada urusan pribadi ? Atau .. ada apa ? Ia sudah menanyakan
mengenai absennya namja itu ke teman-teman terdekatnya. Namun tak ada
satupun yang tahu. Sebaliknya, guru-guru tak ada yang menanyakan kabar
namja tersebut. Na Eun menunduk dan membuka tasnya pelan. Ia menatap
sebatang cokelat yang dibungkus kertas pink dengan nama : MYUNG SOO, di
depannya. Myung Soo.. Kenapa kau tidak datang ? desahnya dalam hati.
~~~~~ C:
Bel pulang telah berdentang dan kelas pun mulai dihiasi dengan pita
pink. Kado-kado dengan bungkus warna-warni bertebaran di mana-mana. Tak
lupa bunga disematkan di pojok-pojok ruangan. Valentine !
---
Jam hampir menunjukkan pukul empat sore saat kelas selesai dirapikan
dari perayaan valentine. Yoo Kyung menyapa Na Eun yang tampak sedih
meski kado yang diterimanya menumpuk tinggi. “Na Eun ah, gwenchanayo ?
Kadomu banyak sekali yaa..” “Yoo Kyung ah, hm ne gwenchana. Kau juga
menerima banyak ! Mau pulang ya ?” tanya Na Eun. “Hm iya, kau juga ? Ayo
pulang sama-sama !” ajak Yoo Kyung. “Baik, eh tunggu, ada yang ingin
kuurus dulu. Kau tunggu aku di gerbang ya ? Aku janji tak akan lama.”
Tanpa mendengarkan jawaban temannya itu, Na Eun segera berlari
meninggalkan kelas.
Aku harus tahu bagaimana
kabarnya sekarang. Mungkin Sungyeol dapat membantuku, pikir Na Eun.
Sesampainya di kelas Sungyeol, sahabat Myung Soo dari kelas D, Na Eun
mengetuk pelan dan hanya menemukan kelas kosong. Tak ada siapa-siapa di
sana.
---
“Mungkin memang sebaiknya ia bersekolah di sana. Di sana lebih bagus kan ?”
“Ya kau benar. Tapi ia memang bodoh, tak memberitahukannya pada kita lebih awal.”
Modeunge kkumigireul, Modeunge da geojitmarigireul
[Hope that everything is a dream, that everything is a lie]
Tak sengaja Na Eun mendengar pembicaraan kedua teman sekelasnya
mengenai Myung Soo, saat hendak menuju gerbang sekolah. “Kalian tadi
mengatakan apa ?” tanya Na Eun cepat. “Eh ? Mengenai Myung Soo ? Ia..
pindah sekolah kan ? Ke Tokyo, yang kami tahu.” Na Eun terpaku
mendengarnya. “Na Eun..?” “Kalian.. kalian bohong kan ?”
~~~~~ C:
Yeoja berambut panjang itu terduduk di tepi ranjangnya. Lampu kamarnya
telah dimatikan, hanya dewi malam yang menerangi kamarnya, menembus kaca
jendela. Ia memeluk kakinya sendiri dan menatap cokelat yang masih
bertuliskan namja yang sangat disukainya, termangu di atas tumpukan
bukunya.
“Kenapa kau tidak memberitahuku ?”
bisiknya. “Aku berhak tahu. Aku.. aku.. yah aku memang bukan
siapa-siapa, tapi.. setidaknya aku kan teman sekelasmu.. Kenapa kau
pergi begitu saja ? Kenapa, kenapa tidak ada kata perpisahan dari
mulutmu ?”
Ia tak tahu mengapa, tapi matanya mulai menghangat. Tiba-tiba ia teringat kejadian minggu lalu..
~flashback~
“Na Eun.. Jika aku tiba-tiba menghilang dari dunia ini, apa kau akan
mencariku ?” tanya namja jangkung itu spontan pada yeoja di yang duduk
di seberangnya. “Eh ? Myung Soo ? Apa yang kau katakan ? Haha, tentu
saja. Kau kan temanku, pasti aku akan bertanya-tanya jika temanku
menghilang,” sahut Na Eun agak canggung.
Mianhadan mal jal jinaeraneun maldo, Deoneun naege hajima
[Saying I’m sorry, saying be well, don’t say anymore]
Namja yang dipanggil Myung Soo itu tersenyum dan berkata, “Hm baiklah.
Kalau begitu maafkan aku ya jika aku bersalah padamu, jaga dirimu
baik-baik saat aku tak ada.” Na Eun menghentikan kegiatan menulisnya,
dan menengok ke arah namja tersebut. “Kau bicara apa ? Seolah-olah kau
ingin pergi jauh saja, haha.” “Hehe..” “Lalu, jika seandainya kau
benar-benar pergi, apa kau akan kembali ?” tanya Na Eun. Myung Soo hanya
tersenyum lalu mereka melanjutkan tugasnya masing-masing.
~flashback end~
“Apa waktu itu kau ingin mengisyaratkan padaku bahwa kau akan pergi ?
Ah aku bodoh sekali ! Mengapa waktu itu aku malah bertanya seperti itu !
Seperti gadis bodoh saja !” Na Eun mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri.
“Apa kau akan kembali..? Mengapa kau tidak menjawab pertanyaanku, Myung
Soo ? Apa itu artinya kau tidak akan kembali ?”
~~~~~ C:
(Algo isseo) Dashin oji anheul neo
[(I already know) You’re not going to comeback]
(Almyeonseodo) Geuraedo neol kidarilke
[(Even though I know) But I’ll still wait for you]
“October 14th. H 257. TETAP TERSENYUM !” Na Eun tersenyum sambil
membaca tulisannya sendiri di kolom kalender kamarnya. Kemudian ia
berlari ke dapur dan membuka lemari pendingin, dan menyapa sebatang
cokelat yang membeku di dalamnya, masih lengkap dengan kertas pembungkus
berwarna pink. “Annyeong Myung Soo ! Selamat pagi ! Kau akan segera
kembali kan ? Aku selalu menunggumu lho. Kau dengar kan
? Cepat kembali ya !” “Eonnie, kau benar-benar sudah menjadi gila,”
ujar Nam Joo, adik Na Eun, cuek. Na Eun menengok kesal dan segera
mengejar adiknya itu. “Ya !! Coba saja kau menangkapku, babo ! Aku tidak
takut padamu ! Myung Soo babo, Myung Soo~” seru Nam Joo sambil
tertawa-tawa. “Nam Jooooo !!”
~~~~~ C:
Na Eun menyeret langkahnya perlahan. Jam sekolah telah usai. Kini ia
mulai menyusuri lorong kelas. Entah mengapa ia merasa sendirian,
meskipun Yoo Kyung dan yang lainnya berjalan bercanda tawa di
sampingnya. Langkahnya terhenti di depan gerbang gym sekolah. “Na Eun ah
? Apa yang kau lakukan ? Ayo pulang,” ajak Yoo Kyung bingung dengan
sikap gadis itu. “Hmm.. Kalian duluan saja. Ada sesuatu yang harus
kulakukan,” tolak Na Eun dengan senyum. “Baiklah, hati-hati ya, kami
duluan,” pamit Yoo Kyung sambil berlalu. “Ne..”
Na Eun melangkahkan kakinya, matanya menyapu keadaan gym yang diisi oleh
tim basket sekolah yang sibuk mempersiapkan diri untuk lomba. Ia
membaca satu per satu nama anggota tim. Sung Yeol, Sunggyu, Hoya,...
tak ada dia. Dia memang benar-benar sudah pergi ya ? Lalu gadis itu
duduk di bangku penonton, menatap kosong ke arah tim yang berlatih. Ia
berharap ada seorang namja jangkung yang akan menyapanya, atau sekedar
melemparkan bola basket ke arahnya, sama seperti hari-hari dulu. Tak
ada. Ia sudah tak di sini lagi, pikirnya.
Kkumgyeol cheoroem neoreul mannatgo, Kkumgyeol cheoreom sarangeul haesseo
[Like a dream I have met you, like a dream we loved]
Urideureui sarangeun machi kkum cheoreom haengbokhaenneunde
[Our love was as happy as a dream]
Sekonyong-konyong bola basket itu menabrak kepalanya yang sibuk
melamunkan banyak hal. DUKK. “YA !” serunya kaget. “Siapa yang..”
“Makanya jangan melamun terus ! Kau itu, tampangmu bodoh sekali saat
sedang melamun ! Hahaha,” tawa seorang namja jangkung, berlari kecil ke
bangku Na Eun. Na Eun tak mempercayai penglihatannya. Namja itu, senyum
itu, kaos merah bertuliskan MYUNG SOO di punggungnya. “Myung Soo..? Ah
anii anii, mana mungkin !! Aku pasti bermimpi ! Tidak, aku harus bangun
sekarang ! Aw !” Na Eun mulai mencubiti pipi dan tangannya sendiri. “Kau
itu kenapa sih ?” tanya Myung Soo yang telah berdiri di samping Na Eun,
mengambil bola basketnya. “Kau bukan Myung Soo, kan ?! Kau pasti Sung
Yeol atau.. atau ah pasti Woo Hyun ?! Benar kan ??” tanya Na Eun bingung
sembari menunjuk-nunjuk ke arah namja di sampingnya. “Kau sakit ya ?”
Myung Soo menyentuh dahi Na Eun dengan dahinya. “Eeeh.. apa yang kau
lakukan ?!” Na Eun mendorong namja itu menjauh darinya. “Hanya mengecek.
Aku Myung Soo, memangnya aku ini siapa menurutmu ? Jangan bicara yang
aneh-aneh !” Namja itu menyentil kepala Na Eun lalu kembali ke lapangan,
berlatih basket kembali.
“Myung Soo.. Benarkah
itu kau..” Na Eun mengerjapkan matanya. Ia masih melihat Myung Soo
dengan kaos merahnya. “Syukurlah, syukurlah..” Tanpa ia sadari, senyum
mengembang di bibirnya.
Namun senyum itu hilang seketika saat ia
menyadari tak ada Myung Soo di sana. Tak ada. Namja itu memang sudah
pergi. na Eun mendesah lalu memeluk tasnya erat. “Seandainya..
seandainya barusan hanyalah mimpi, aku ingin bertemu dengannya lebih
lama, Tuhan.”
~~~~~ C:
Saat itu musim panas dan sekolah sedang diliburkan. Na Eun mengayuh
sepedanya santai. Ia bersepeda sendirian sepanjang jalanan sempit
beraspal yang memisahkan teluk dengan padang bunga liar, tak jauh dari
rumah sepupu yang diinapinya.
Udara yang
semakin panas membuatnya harus menghentikan acara bersepeda itu. Ia
memarkir sepedanya di rerumputan kosong, lalu berjalan-jalan di padang
bunga liar tersebut. Ia mengakhiri acara jalan-jalannya dengan duduk di
bawah lindungan pohon gingko yang rindang. Kemudian Na Eun mengeluarkan
handphonenya dan melihat tanggalnya. June 20th. H 503. “Aku akan terus
menunggumu, jangan khawatir !” serunya. Setelah memasukkan kembali
handphonenya, ia bersandar di pohon tersebut. Udara menjadi semakin
sejuk, menit berikutnya yeoja itu sudah tertidur lelap.
---
Kkumgyeol cheoreom naege natana, Kkumgyeol cheoreom nal tteonagasseo
[Like a dream you have appeared, like a dream you have left]
Na Eun menguap, mengerjapkan matanya, menatap langit kemerahan di
atas kepalanya. “Aigoo.. Kenapa aku jadi tertidur di sini ? Pasti eomma
akan sangat marah padaku !” serunya panik. Ia segera bangkit dan berlari
meraih sepedanya. SRRAKK. Rerumputan liar telah menghalangi kakinya
menyebabkan ia terperosok ke dalam cekungan kerikil. “Ya !” serunya
setelah mendapati lututnya terluka tergores batu serta pergelangan kaki
kanannya terkilir. “Aahh aku kan mau pulang..” keluhnya.
“Terluka lagi ?” Suara seorang namja yang sangat dikenalnya memaksa
yeoja itu mendongakkan kepalanya. Na Eun membuka mulutnya tak percaya,
diikuti dengan gelengan keras oleh kepalanya. “Gwenchanayo ?” tanya
namja itu. “Apa.. apa kau benar-benar Myung Soo..?” tanya Na Eun
akhirnya. “Haha lagi-lagi pertanyaan bodoh. Tentu saja.” “Tapi Myung Soo
kan.. ia sedang..Eeh ?!” Na Eun tak menyelesaikan pertanyaannya karena
kaget namja itu, Myung Soo, tiba-tiba menggendongnya di punggungnya.
“Kau.. ?! Kenapa kau seenaknya saja !” teriak Na Eun di telinga Myung
Soo. “Kau itu, kan sudah kutolong, jadi jangan merepotkan dong !
Berhentilah berteriak-teriak seperti itu, aku tidak tuli,” ujar Myung
Soo. Yeoja di punggungnya pun menurut dan diam-diam ia tersenyum di
balik rambut hitam namja itu.
---
Na Eun hanya duduk dalam diam di belakang Myung Soo yang mengayuh
sepedanya, mengantarkannya pulang. “Hey,” panggil namja itu. “Ng.. nae
?” “Kenapa diam saja ? Ucapkanlah sesuatu.” “Ah apa ? Aku.. aku tidak
tahu mau bilang apa. Aku, aku terlalu senang sekarang..” jawab Na Eun
jujur. “Senang ? Karena bisa melihatku lagi ? Hehe.” “Mwo ? Jangan geer !
Anii. Yah sulit diungkapkan, pokoknya aku sedang senang sekarang.” “Kau
aneh.” Na Eun hanya tersenyum mendengarnya. Ia tak peduli lagi apakah
namja di depannya ini Myung Soo asli atau hanya mimpi, selama ia masih
bisa menggapainya dan menghabiskan sisa waktu dengannya.
Dashi naege dorawa, naneun yeogiseo neol kidaril teni
[Comeback to me again, since I’ll be waiting here for you]
“Nah, di sini kan ? Sudah sampai nih. Hati-hati saat turun.” Myung Soo
menghentikan laju sepeda di depan rumah sepupu Na Eun. “Nae, hm.. gomawo
Myung Soo, sudah mau mengantarkanku pulang,” ucap Na Eun. “Cheonma..
Sudah ya ? Aku harus pergi sekarang..” Myung Soo melambaikan tangannya
lalu membalikkan tubuhnya. “Tunggu !” cegah Na Eun. “Nae ?” “Ah.. Myung
Soo.. Aku.. aku akan.. Aku hanya ingin bilang, aku..” “EONNIE ! Kau
sudah pulang ?? Aigoo kau pikir sekarang jam berapa ?? Eomma sudah
khawatir tahu !” Suara Nam Joo membuat jantung Na Eun serasa melompat
sejenak. “Ya ! Nam Joo !” Na Eun hendak mengomeli adiknya, namun ia
teringat Myung Soo. Segera ia menengokkan kepalanya, dan ia kembali
tersenyum nanar. Bayangan itu sudah berakhir. “Myung Soo.. Aku hanya
ingin bilang.. Aku.. akan menunggumu, sampai kau kembali..” “Eonnie ?
Kau bicara pada siapa ?” tanya Nam Joo heran. “Eh ? Aaa aniyo. Ayo kita
masuk.”
~~~~~ C:
-6 years later-
Na Eun, yeoja berkulit putih yang rambutnya dibiarkan terurai bebas
itu, duduk dengan mata sibuk membaca buku tebal pemandu berbahasa Jepang
dengan baik dan benar, di dalam sebuah gerbong kereta listrik yang
menuju pusat Kota Seoul. Mulutnya semakin lancar melafalkan
kalimat-kalimat dalam bahasa negeri sakura itu. Beberapa tahun
belakangan ia memang giat mempelajari bahasa Jepang. Ia sudah berniat
akan meraih beasiswa untuk melanjutkan studinya di Universitas Tokyo.
Usai menghabiskan setengah bab, ia membuka halaman paling belakang buku
itu. Sebuah foto di bangku sekolah menengah tertempel di sana, dengan
huruf yang besar-besar : M Y U N G S O O. Sejak kepergian Myung Soo ke
Jepang tujuh tahun lalu, Na Eun selalu berusaha mencari informasi
mengenainya, namun hasilnya tetap nihil. Namja itu bagaikan ditelan
bumi. Satu-satunya yang ia ketahui, Myung Soo menetap di Tokyo bersama
kedua orangtuanya.
“Myung Soo, bagaimana kabarmu
sekarang ? Aku sangat ingin bertemu denganmu. Kuharap kau baik-baik
saja di sana. Jika kau tidak akan pulang ke Seoul, tunggu aku di Tokyo,”
bisik Na Eun memandang foto tersebut dengan senyum. Decitan pelan
kereta menandakan kereta telah tiba di stasiun. Na Eun merapikan
duduknya, karena meski bukan stasiun tujuannya, ia tahu kereta sebentar
lagi akan ramai dengan orang-orang yang hendak bekerja maupun
bersekolah. Benar saja, tak berapa lama pintu dibuka, gerbong sudah
penuh sesak.
Entah apakah hanya perasaan Na Eun
saja atau benar-benar terjadi, yeoja itu melihat sosok namja yang
sangat ingin ditemuinya, duduk berseberangan dengannya. Hanya separuh
wajah namja itu yang tampak oleh Na Eun, akibat terhalang oleh
tiga-empat orang yang berdiri di antara mereka. Aku pasti salah lihat,
ah tidak, mana mungkin aku salah lihat ! Dia.. Myung Soo..? batinnya. Na
Eun menggosok-gosok matanya, tak ada yang berubah. Namja itu memang
Myung Soo.
Jakku mogi meyeoseo, Amu maldo hal suga eopseosseo
[My throat keeps clogging so I couldn’t say anything]
Neoeui du nuni nal baraboji anhgo, Gogaereul dollinikka
[Because your two eyes didn’t look at me but looked away from me]
“Ah..” Saat hendak menyapanya, tanpa sadar Na Eun segera mengurungkan
niatnya. Myung Soo tidak menyadari kehadiran Na Eun, melainkan ia sibuk
mengobrol dengan yeoja cantik yang duduk di sampingnya. Siapa yeoja itu,
tanya Na Eun dalam hati. Mereka tampak sebaya.. dan.. sangat akrab.
Siapa ? Apakah temannya.. atau..
(Ajigeun nan) Neoreul bonael su eopseo
[(I can’t yet) I can’t let you go]
TING. Lagi-lagi kereta berhenti di sebuah stasiun. Beberapa orang
segera turun dari gerbong, termasuk Myung Soo dan teman perempuannya.
Tanpa dikomando, Na Eun pun bangkit dari duduknya dan mencoba mengejar
namja tersebut. “Aku tidak boleh kehilangannya lagi. Aku tidak mau
ditinggalkannya lagi,” ucap Na Eun.
Jaraknya
dengan Myung Soo semakin lebar. Terlalu banyak orang di peron ini. Meski
begitu, Na Eun tetap berusaha mengejarnya. Ia tak ingin menyerah
terlalu cepat. Akhirnya pengejaran itu berakhir saat ia melihat Myung
Soo mengantarkan teman perempuannya sampai di dekat mobil yang
menjemputnya, di halaman stasiun, di seberang posisi Na Eun sekarang.
Air muka Na Eun sudah berseri-seri membayangkan ia dan Myung Soo bisa
berbincang lagi. Ia menghentikan langkahnya, menjaga jarak di antara
mereka, dan memperhatikan apa yang selanjutnya akan terjadi. Yeoja di
seberangnya itu tampak bercakap-cakap sejenak dengan Myung Soo, setelah
itu memeluknya dan.. menciumnya.
(Ajikdo nan) Neo ttaeme ulgo itjanha
[(Even now) I’m crying because of you]
“Ah..” Na Eun membuka mulutnya sesaat lalu menutupnya dengan telapak
tangannya. Ia sangat kaget dengan adegan yang berlangsung di hadapannya
itu. Tak terasa air matanya jatuh membasahi pipinya. Semuanya hancur.
Entah mengapa, ia merasa sangat kecewa pada Myung Soo. Ia merasa dunia
sungguh tak adil padanya. Semua sia-sia saja. Selama ini..
Anil georago da kkumirago, Geureohke midgo shipeunde
[None of this happened, this is all a dream, that is what I wanted to believe]
Gadis itu berlari menjauhi tempat tersebut. Ia berharap semua ini hanya
mimpi, seperti mimpi-mimpi yang sering menyinggahinya dulu. Ia ingin
percaya, ia ingin memaksa dirinya untuk percaya, hari ini hanyalah
mimpi, tidak akan benar-benar terjadi. Walau ia tahu, saat ini semuanya
nyata. Dan ia membenci kenyataan yang seperti itu.
Myung Soo’s POV~~
Na Eun ? Kenapa ia tidak menyapaku ? Ke mana ia akan pergi ? Aku harus menyapanya.
Myung Soo’s POV End~~
---
Na Eun berjalan perlahan, menyusuri trotoar Kota Seoul yang berdebu.
Matanya masih tampak merah, dan sisa-sisa air mata terlihat jelas
membentuk garis di pipinya yang pucat. Ia memandang sekelilingnya.
Balon-balon pink di sana-sini, berbagai kado dan rangkaian bunga dibawa
hilir mudik oleh banyak orang. Ia bisa melihat etalase toko yang
dipenuhi dengan cokelat berbagai bentuk. Valentine. Ia ingat tujuh tahun
lalu, saat ia masih menunggu kehadiran Myung Soo, untuk memberikannya
sebatang cokelat. Namun namja itu tak pernah datang. Meskipun ia selalu
menunggunya, namja itu tak pernah muncul. Sampai hari ini. 14 Februari.
Ia telah bersama yeoja lain, untuk apa aku masih mengharapkan namja yang
bahkan mungkin sudah melupakanku, haha aku benar-benar bodoh, pikirnya
dalam hati.
Lalu langkahnya terhenti di depan
seorang pengamen jalanan yang menjajakan suara indahnya yang dipadukan
dengan permainan gitar yang merdu. Pengamen itu menyanyikan sebuah lagu
yang berisi tentang pernyataan cinta kepada seseorang yang disukai.
Bogo shiptago neol saranghandago, Naeui mam neoege malhago shipeo~
[I miss you, I love you, I want to tell my heart to you]
Na Eun mendesah lalu berbisik, “Aku sangat rindu padamu, aku sangat
ingin bertemu denganmu, aku.. aku menyukaimu, aku ingin kau tahu tentang
perasaanku, aku ingin mengungkapkan semuanya padamu.. Tapi mengapa kau
tak pernah ada di sini saat aku ingin jujur padamu ? Mengapa kau pergi
begitu saja tanpa sepatah katapun yang kau ucapkan padaku ? Mengapa kita
bertemu kembali saat kau sudah dengan yang lain ? Mengapa kau tidak
pernah bisa melihat perasaanku yang sesungguhnya ? Mengapa aku tidak
bisa mengungkapkannya padamu ? Ah waeyo..?”
Air
mata itu meronta ingin keluar lagi. Na Eun berusaha sebisanya agar tidak
menangis. Ia tidak ingin membuang-buang air matanya lagi untuk cinta.
Ia meletakkan beberapa won di topi milik pengamen itu dan hendak
berjalan kembali ketika seseorang memanggilnya dari belakang.
“Na Eun.. Son Na Eun, kan ?”
“Kau..”
Na Eun terpaku memandang namja di hadapannya kini. Ia tidak tahu apa
yang harus ia katakan. “Na Eun ? Hai ! Sudah lama sekali ya ? Bagaimana
kabarmu ?” Namja itu mendekat sembari tersenyum ramah. Na Eun menggigiti
bibir bawahnya, ia tak kuasa lagi menahan air matanya. Akhirnya air
mata itu tumpah di hadapan namja tersebut. “Na Eun ? Kau baik-baik saja
kan ? Apakah aku mengatakan hal yang salah ?” tanya namja itu bingung,
ia meletakkan tangannya di bahu Na Eun. Dengan halus Na Eun menampik
tangan itu dan mengangkat jemari kanannya. “Gwenchana.. Aku baik-baik
saja, Myung Soo. Mianhae, aku tampak buruk sekarang,” ucapnya sambil
hendak berlalu pergi.
“Tunggu. Jangan pergi,”
cegah namja bernama Myung Soo itu, menahan tangan Na Eun. “Apa kau
melihat kejadian tadi ?” tanyanya. “Kejadian apa ?” Na Eun bertanya
balik. “Di depan stasiun.” Na Eun menghirup nafasnya panjang dan
mengangguk. Myung Soo tidak merespon apa-apa hingga beberapa detik, dan
akhirnya berucap, “Mianhae Na Eun..” Alis yeoja di depannya kini
menyatu. “Jadi.. Jadi kau sudah tahu perasaanku sebenarnya ? Mengapa
kau.. Ah sudahlah..” Na Eun menarik tangannya dan berjalan cepat.
“Banyak hal yang harus kujelaskan Na Eun..” Na Eun berbalik dan berkata,
“Baiklah. Jelaskan sekarang.” Tapi Myung Soo tidak mengeluarkan sepatah
kata pun. “Sudahlah Myung Soo, kau tidak sendiri lagi sekarang. Aku
akan selalu menjadi temanmu, aku akan selalu mendukungmu, aku akan
selalu mendoakanmu, apapun untuk bahagiamu. Aku..” Ucapan itu tertahan
sejenak di bibirnya. “Aku.. Aku sangat menyukaimu.” “Na Eun.. Aku bisa
memutuskannya.” “Ani..Jangan sakiti pacarmu, jangan pernah menyakitinya.
Karena perasaan perempuan sangatlah rapuh. Jangan pernah
meninggalkannya hanya untuk aku. Dan.. dan..” “Dan..?” Na Eun
menggeleng, menghapus air matanya lalu tersenyum seolah tak ada yang
terjadi, ia membungkuk sedikit dan berlari menjauhi Myung Soo yang masih
terdiam di ujung jalan.
Dan.. dan cukup aku yang merasakan sakit itu, jangan dia, jangan biarkan yeoja yang lain merasakannya.
THE END
Comments
Post a Comment